Friday, October 22, 2010

Wayang Orang, kondisinya di Malang saat ini.

Baiklah, saya memang tidak pintar menulis, tapi hal itu tidak membunuh saya untuk terus ngetik apa yang menurut saya pribadi menarik hehehe. tentang wayang orang, saya tidak memiliki banyak refrensi, tetapi beberapa waktu lalu saya bersama kawan membuat video tentang wayang orang (mungkin lebih ke video profile). untuk mendukung menikmati video tersebut sebelumnya akan saya tampilkan dulu tulisan karya kawan saya bernama Ayos Purwoaji (yang menurut saya lebih bagus tulisan dia dari pada tulisan saya), jika anda tertarik untuk mengenal karya ayos anda bisa kunjungi di http://hifatlobrain.blogspot.com/ dia memiliki banyak karya yang mengagumkan. berikut tulisan ayos (numpang ya pak ayos hehehe):


Posted by aklam on Mar 20, '10 12:38 PM for everyone





Anoman Obong adalah salah satu epik paling memikat dalam cerita pewayangan
Jawa. Ceritanya sendiri sangat heroik, tentang bagaimana Rama merebut Shinta dari
tangan Rahwana. Rama sendiri adalah seorang pria sakti, namun tentu saja dia tidak
bisa melakukan semuanya sendirian. Akhirnya Hanuman datang memberikan bantuan,
dengan gagah ia membakar Alengka dan mengembalikan Shinta kepada Rama.

Malam itu kisah agung ini hadir kembali. Kali ini lebih istimewa, karena pementasan
Anoman Obong kali ini dilakukan di dalam Kelenteng Eng An Kiong, Malang.
Pemainnya adalah anak-anak kecil yang tergabung dalam sanggar tari Ang Hien Hoo
Junior, rata-rata masih SD. Salah satunya adalah Nadia (10), dia memerankan
Putri Taman Suko bersama tiga orang kawannya. Nadia sendiri adalah tionghoa,
tapi dengan antusias dia bermain wayang orang, kesenian yang tidak ada sangkut
pautnya dengan sejarah nenek moyangnya. “Main wayang adalah keinginan saya
sendiri,” kata Nadia.

Keinginan Nadia itu mendapat dukungan penuh dari kedua orang tuanya. Kebetulan
nenek buyut Nadia lah yang membentuk kelompok kesenian wayang orang
Ang Hien Hoo ini pada tahun 1959. Kelompok kesenian ini sempat berhenti
selama beberapa tahun, akibat dari tekanan pemerintah Orde Baru kepada warga
Tionghoa, termasuk dalam wilayah berkesenian. Namun pada Juli 2009 kelompok ini
dibangun lagi oleh Ibu Rudi, nenek Nadia.

Kebanggaan dalam melestarikan kesenian wayang orang memang tampak benar,
Ibu Rudi dengan telaten merawat dan mengumpulkan kembali veteran kelompok
wayang orang Ang Hien Hoo generasi pertama untuk meneruskan kegiatan ini dan
melakukan regenerasi kepada angkatan yang lebih muda. “Pokoknya kesenian
wayang orang ini jangan sampai punah,” kata Ibu Rudi.

Ia pun aktif meracuni pemikiran anak-anaknya sendiri untuk setia pada kegiatan
kesenian dan pelestarian budaya. Hasilnya, salah satu anak Ibu Rudi, Roy Wijaya,
saat ini mengetuai kelompok karawitan Dharma Budaya yang menjadi orkestra
pengiring jika Ang Hien Hoo pentas. Roy Wijaya ini adalah ayah dari Nadia.
Darah kesenian memang mengalir dalam darah keluarga ini.

Saat ini kelompok Wayang Orang Ang Hien Hoo dan kelompok Karawitan Dharma
Budaya berada di bawah asuhan Yayasan Kelenteng Eng An Kiong. Hingga saat ini
anggota dari wayang orang Ang Hien Hoo dan karawitan Dharma Budaya sekitar
seratus orang yang terdiri dari anak kecil hingga oran tua. Dua kelompok ini, dengan
dukungan dari kelenteng, aktif melakukan pentas kecil ke sekolah-sekolah di Malang.
“Agar anak muda kenal, syukur, bisa cinta sama budaya lokal,” kata Ibu Rudi.

Sebelumnya Kelenteng Eng An Kiong memiliki sebuah kelompok kesenian barongsai.
Pada saat perayaan hari besar maka ketiga kelompok kesenian ini tidak pernah absen.
Proses akulturasi dua budaya pun berlangsung dengan harmonis di antara ketiganya,
ternyata slogan Bhinneka Tunggal Ika pun bisa mewujud secara nyata.

Melihat pementasan wayang orang di dalam kelenteng memang memberikan sebuah
sudut pandang baru yan lebih segar tentang nasionalisme. Pementasan ini menjadi
pembuktian bagaimana budaya bisa berubah menjadi sangat cair, menembus sekat
bangsa dan warna kulit. Penonton yang menyaksikan pementasan ini pun berasal dari
berbagai kalangan, tua muda pria wanita, ada pula Jawa dan Cina. Semua membaur
menjadi satu, terpesona melihat penampilan epos besar Ramayana yang dimainkan
oleh sekelompok anak kecil yang belum baligh. Dari balik layar para pemain cilik ini
juga melihat terbalik ke arah penonton. Mereka akan tersenyum lebar ketika para
penonton tertawa melihat tingkah polah anak kecil yang bermain wayang dengan salah.
Dan pentas besar malam itu pun berakhir dengan tepuk tangan panjang dari penonton.

Setelah pertunjukan selasai, layar diturunkan dan piring-piring dibersihkan, yang tersisa
adalah anak-anak kecil yang kelelahan. Mereka seperti seorang serdadu yang pulang
perang habis-habisan. Mereka menghambur menuju ibu masing-masing yang menunggu
di pojok ruangan. Bedak tebal yang menyembunyikan wajah mereka pun dipulas habis,
diguyur dengan air yang mengalir deras dari wastafel. Dalam ruang ganti pun mereka
masih sempat bercanda, membicarakan kesalahan yang dilakukan saat pentas dan
perut mereka yang kembali lapar.

Malam ini mereka menang. Anak-anak kecil dari kelompok wayang orang Ang Hien
Hoo ini berhasil memberikan secercah harapan tentang usaha untuk melestarikan
budaya. Setidaknya di permulaan tahun Macan ini. Gong xi fat cai.(end)


nah...setelah tulisan diatas berikut anda bisa menikmati video yang telah kami buat terkait dengan wayang orang, selamat menikmati

No comments:

Post a Comment